Connect with us

Redaksi

Dugaan Pungli Parkir Resmi Dilaporkan, Pemkab Tulungagung Tetap Bungkam soal Festival Hari Jadi ke-820

Published

on

TULUNGAGUNG— Perayaan Hari Jadi ke-820 Kabupaten Tulungagung melalui Festival Jajanan Jadul (Bazar Tulungagung Djadoel) kian berbuntut panjang. Polemik pungutan parkir Rp5.000 yang dinilai tidak wajar kini resmi masuk ranah laporan dugaan pungutan liar (pungli), sementara Pemerintah Kabupaten Tulungagung masih belum memberikan pernyataan terbuka kepada publik.

Acara yang digelar di Alun-Alun Tulungagung pada 27–30 November 2025 itu semula menjadi magnet ribuan pengunjung. Namun euforia perayaan berubah menjadi sorotan tajam setelah masyarakat melaporkan adanya pungutan parkir tanpa kejelasan dasar hukum, di tengah kemacetan parah yang melumpuhkan kawasan pusat kota.

Hingga polemik ini meluas dan menjadi konsumsi publik, tidak satu pun pernyataan resmi disampaikan Pemkab Tulungagung, baik terkait legalitas pengelolaan parkir, pihak penyelenggara, maupun alur pertanggungjawaban kegiatan yang mengatasnamakan hari jadi daerah.

Fakta di lapangan semakin memperkeruh situasi setelah Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tulungagung menegaskan tidak pernah dilibatkan dalam pengaturan parkir maupun rekayasa lalu lintas selama festival berlangsung.

“Panitia tidak pernah menghubungi kami. Tidak ada pembahasan mengenai pengelolaan parkir ataupun teknis lapangan,” tegas Ronald, Kabid Parkir Dishub Tulungagung.

Menurutnya, tanpa koordinasi resmi, Dishub tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan pengawasan maupun penetapan tarif. Kondisi ini membuat pungutan parkir yang terjadi diduga kuat tidak berizin dan berpotensi melanggar aturan.

Sementara itu, Satreskrim Polres Tulungagung membenarkan bahwa laporan dugaan pungli telah diterima dari masyarakat.

Kanit Pidsus Satreskrim Polres Tulungagung, IPDA Fatahillah Aslam, menyatakan bahwa pihak kepolisian kini tengah melakukan pendalaman dan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang terlibat.

“Kami menerima laporan dan informasi dari masyarakat terkait dugaan pungutan liar dalam kegiatan Tulungagung Djadoel. Saat ini semua pihak yang terkait masih kami mintai keterangan,” ujarnya, Senin(15/12).

Masuknya dugaan pungli ke ranah hukum menjadi alarm keras bagi tata kelola kegiatan pemerintah daerah. Disaat Dishub dan kepolisian telah membuka fakta dan langkah penanganan, sikap diam Pemkab Tulungagung justru memperkuat kecurigaan publik terhadap lemahnya pengawasan dan transparansi dalam perayaan resmi daerah.

Festival yang seharusnya menjadi ajang kebanggaan dan hiburan rakyat kini meninggalkan catatan kelam dalam sejarah Hari Jadi ke-820 Tulungagung.

Publik pun menunggu kejelasan, akankah Pemkab Tulungagung terus bungkam, atau akhirnya bertanggung jawab atas dugaan pungli yang kini resmi dilaporkan.
(DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Redaksi

Praktik Budidaya Ganja di Rumah Kontrakan Dibongkar, 110 Batang Disita

Published

on

JOMBANG – Satuan Reserse Narkoba Polres Jombang Polda Jatim mengungkap praktik budidaya ganja skala rumahan yang disamarkan layaknya greenhouse di Dusun Mojongapit, Desa Mojongapit, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Senin (15/12/2025).

Pengungkapan tersebut saat Kapolres Jombang AKBP Ardi Kurniawan, S.H., S.I.K, CPHR memimpin langsung penggerebekan di sebuah rumah kontrakan di Jalan Pakubuwono, Desa Mojongapit, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Dalam penggerebekan tersebut, petugas menemukan sebanyak 110 batang tanaman ganja hidup yang ditanam di dalam pot.

Selain itu, Polisi juga menyita ganja yang telah dipanen dengan berat total 5,3 kilogram, serta sejumlah ganja yang direndam di dalam toples.

Berbagai peralatan elektronik yang diduga digunakan untuk mendukung aktivitas penanaman turut diamankan sebagai barang bukti.

Kapolres Jombang mengatakan, dalam operasi itu pihaknya menangkap seorang pria berinisial R (43), warga Surabaya, yang diketahui mengontrak rumah tersebut.

“Pengungkapan ini merupakan hasil pengembangan dari kasus sebelumnya,” ujar AKBP Ardi Kurniawan kepada wartawan di lokasi penggerebekan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengungkapan kasus ini berawal pada Minggu (14/12/2025).

Saat itu, tim Satresnarkoba Polres Jombang Polda Jatim melakukan pengintaian dan berhasil menangkap Y, warga Ngoro, bersama dua rekannya usai melakukan transaksi sabu-sabu dan ganja kering di wilayah Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

Dari hasil interogasi, Y mengaku memperoleh ganja dari R yang tinggal di rumah kontrakan di Desa Mojongapit.

Berbekal pengakuan tersebut, petugas kemudian melakukan penangkapan terhadap R pada Senin (15/12/2025) siang, dilanjutkan dengan penggeledahan rumah kontrakan yang disaksikan oleh perangkat desa serta ratusan warga sekitar.

Hasil penggeledahan, Polisi menemukan 110 batang tanaman ganja hidup serta ganja kering seberat 5,3 kilogram.

Tanaman terlarang tersebut ditemukan di Dua kamar tidur, dapur, serta ruang belakang rumah.

Lokasi penanaman dilengkapi dengan fasilitas pendingin ruangan untuk menunjang pertumbuhan tanaman.

Kepada petugas, R mengaku ganja yang ditanam di rumah kontrakannya berasal dari bibit berbentuk biji yang dibeli secara daring dari luar negeri.

“Tersangka membeli bibit ganja secara online. Bibit tersebut berasal dari luar negeri dengan lebih dari 15 jenis ganja,” ungkap AKBP Ardi.

Menurut pengakuan awal tersangka, aktivitas penanaman ganja tersebut telah berlangsung selama sekitar tiga bulan dan sudah satu kali melakukan panen.

Namun demikian, Polisi masih terus mendalami keterangan tersebut.

“Pengakuan itu masih kami dalami lebih lanjut,” tambahnya.

AKBP Ardi juga menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan awal, motif tersangka menanam ganja adalah untuk kepentingan pribadi.

Meski demikian, penyidik masih terus mengembangkan kasus tersebut guna mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Atas perbuatannya, R dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp10 miliar. (DON/Red)

Continue Reading

Redaksi

Negara Turun Tangan, Korporasi Terancam Jerat Berlapis atas Dugaan Kejahatan Lingkungan di Tapanuli

Published

on

JAKARTA — Kepolisian Republik Indonesia melalui Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bersama Kejaksaan Agung menegaskan komitmen kuat untuk menuntaskan penanganan dugaan tindak pidana lingkungan hidup di wilayah Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang diduga melibatkan sebuah korporasi besar.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Moh. Irhamni, menyampaikan bahwa penyidik telah memaparkan secara komprehensif berbagai fakta lapangan, hasil penyelidikan, serta keterangan para ahli sebagai dasar penguatan pembuktian dalam proses hukum lanjutan.

“Kami sebagai penyidik telah menyampaikan banyak hal terkait fakta-fakta di lapangan dan keterangan ahli yang sangat berguna untuk menunjang pembuktian nanti,” ujar Brigjen Pol. Irhamni.

Ia menegaskan, penanganan perkara ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam menegakkan hukum, khususnya terhadap kejahatan lingkungan yang berdampak luas bagi masyarakat dan ekosistem. Menurutnya, pemerintah telah mengerahkan sumber daya terbaik guna mengungkap perkara ini secara menyeluruh dan berkeadilan.

“Kami tentunya mewakili pemerintah, yang telah menyediakan sumber daya yang luar biasa untuk menangani kasus ini,” tegasnya.

Brigjen Pol. Irhamni juga mengungkapkan bahwa para pihak yang bertanggung jawab akan dijerat dengan pasal-pasal serius, mulai dari tindak pidana lingkungan hidup, tindak pidana pencucian uang (TPPU), hingga pertanggungjawaban pidana baik secara perorangan maupun korporasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Jampidum Kejaksaan Agung, Dr. Sugeng Riyanta, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Dittipidter Bareskrim Polri terkait perkara dimaksud.

“Kami menginformasikan bahwa Kejaksaan sebagai penuntut umum sudah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik Dittipidter terkait dugaan tindak pidana di bidang lingkungan hidup yang terjadi di sekitar Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah yang melibatkan sebuah korporasi,” kata Sugeng.

Sugeng menegaskan bahwa unsur-unsur pidana dalam perkara ini telah terpenuhi secara nyata, baik dari sisi peristiwa hukum, alat bukti, maupun korban yang terdampak langsung akibat kerusakan lingkungan.

“Kami sepakat bahwa peristiwa pidana ini sudah jelas, bukti-buktinya nyata, peristiwanya nyata, dan korbannya nyata. Tugas kami sebagai penegak hukum adalah memfaktakan ini menjadi fakta yuridis dan membawa perkara ini ke pengadilan,” ujarnya.

Menurutnya, fokus penuntutan tidak hanya sebatas pemidanaan, melainkan juga pada pertanggungjawaban korporasi dalam pemulihan kerusakan lingkungan akibat bencana yang ditimbulkan.

“Yang utama adalah kami ingin meminta pertanggungjawaban dari pihak korporasi terkait pemulihan kerusakan akibat bencana ini. Kerugian yang ditimbulkan luar biasa, dan kerusakan lingkungan juga sangat besar. Kami akan mengoptimalkan proses ini dan meminta pertanggungjawaban dari korporasi atas kerugian lingkungan yang ditimbulkan,” tegas Sugeng.

Kejaksaan Agung optimistis penanganan perkara dugaan kejahatan lingkungan ini dapat diselesaikan secara profesional, transparan, dan akuntabel, serta mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat.

“Kami yakin perkara ini akan bisa kami tuntaskan dan memenuhi harapan masyarakat untuk keadilan,” pungkas Dr. Sugeng Riyanta.

Continue Reading

Redaksi

Ketua Komisi III DPR Tegaskan Perpol 10/2025 Konstitusional dan Sejalan dengan Putusan MK

Published

on

JAKARTA — Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 bersifat konstitusional dan tidak bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

Menurut Habiburokhman, Putusan MK tersebut tidak melarang secara menyeluruh penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi kepolisian. MK hanya membatalkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

“Frasa ‘jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan kepolisian’ sama sekali tidak dibatalkan MK. Dengan demikian, masih ada kemungkinan anggota Polri bertugas di kementerian atau lembaga sepanjang tugasnya ada sangkut pautnya dengan Polri,” kata Habiburokhman dalam keterangannya, Minggu (14/12/2025).

Habiburokhman menjelaskan, dalam menilai sah atau tidaknya penugasan anggota Polri di kementerian dan lembaga, rujukan utamanya adalah Pasal 30 ayat (4) UUD 1945. Pasal tersebut menegaskan tugas Polri untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

“Sepanjang penugasan itu dalam konteks melindungi, mengayomi, melayani masyarakat atau menegakkan hukum, maka jelas ada sangkut pautnya dengan tugas kepolisian,” ujarnya.

Ia menambahkan, dengan parameter tersebut, penugasan anggota Polri di luar struktur Polri tidak bertentangan dengan konstitusi maupun putusan MK.

“Maka hal tersebut tentu saja tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Putusan MK,” tegasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri. Aturan tersebut diteken pada 9 Desember 2025.

Dalam Perpol itu, terdapat 17 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif. Pasal 3 Perpol 10/2025 menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilakukan pada kementerian, lembaga, badan, komisi, organisasi internasional, atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.

Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (3) Perpol 10/2025 menyatakan bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilakukan pada jabatan manajerial maupun nonmanajerial.

Sementara itu, Pasal 3 ayat (4) menegaskan bahwa jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian serta dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kementerian, lembaga, badan, atau komisi terkait.

Habiburokhman menilai, jika Perpol 10/2025 dibaca secara utuh dan sistematis, maka aturan tersebut justru menjadi bentuk penataan agar penugasan anggota Polri lebih jelas secara hukum dan tidak menimbulkan multitafsir.

“Selama tugasnya masih berkaitan dengan fungsi kepolisian, maka penugasan tersebut sah dan konstitusional,” pungkas Habiburokhman. (By/Red)

Continue Reading

Trending