Investigasi
Hydrant dan Apar Diduga Tak Berfungsi: Keamanan Pasar Rakyat di Tulungagung Memprihatinkan

TULUNGAGUNG– Ditemukan fakta mengejutkan mengenai kondisi keamanan kebakaran di beberapa Pasar Rakyat di Kabupaten Tulungagung.
Investigasi awal menunjukkan bahwa sejumlah pasar tidak memiliki sistem pemadam kebakaran yang memadai, termasuk Hydrant dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Hal ini berpotensi membahayakan keselamatan pedagang dan pengunjung yang rutin beraktivitas di sana.
Beberapa pasar yang menjadi sorotan antara lain Pasar Rakyat Sumbergempol, yang diduga tidak memiliki Hydrant maupun APAR.
Di Pasar Rakyat Ngunut, hanya terdapat instalasi pemadam yang cukup meragukan, yakni tandon air yang tidak memenuhi standar Hidran.
Sementara di Pasar Rakyat Panjer, hanya terdapat satu APAR untuk seluruh bangunan pasar, tanpa adanya dukungan sistem Hydrant yang memadai.
Lebih memprihatinkan, di Pasar Rakyat Kauman, aparat hydrant yang ada terputus dan tidak dapat berfungsi dengan baik akibat terhalang oleh kotak besi.
Bahkan, sistem Hidran Pump Elektrik yang dipasang di luar ruang diduga tidak berfungsi optimal karena terpapar cuaca, seperti hujan dan kelembapan, yang berpotensi merusak peralatan elektronik tersebut.
Beberapa akses menuju Hidran juga terhalang oleh benda lain atau bangunan, menjadikannya sulit dijangkau saat keadaan darurat.
Temuan ini memicu reaksi dari pihak terkait.
Namun, upaya konfirmasi terhadap Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Tulungagung, Hartono, menemui jalan buntu, dengan pihaknya enggan memberikan penjelasan.
“Kami sangat prihatin dengan ditemukannya sejumlah pasar tanpa fasilitas pemadam kebakaran yang memadai. Ini adalah ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat,” tegas Oky Anggoro, Ketua PSM Tugu Lawang Nusantara, pada Sabtu(12/4).
Dia menambahkan bahwa keberadaan alat-alat pemadam ini sering disalahgunakan dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sementara itu, Winarno, Anggota DPRD Komisi D Kabupaten Tulungagung, menegaskan pentingnya keberadaan hydrant di pasar rakyat untuk kenyamanan pedagang dan pembeli, mengingat risiko kebakaran yang tidak terduga.
“Pasar rakyat di Kabupaten Tulungagung, yang besar dan padat, memerlukan sistem pemadam kebakaran yang memadai. Hanya mengandalkan alat seperti APAR tidaklah cukup. Oleh karena itu, hydrant harus ada dan dilakukan pemeriksaan berkala untuk memastikan fungsinya berjalan baik,” ungkapnya.
Sebagai anggota DPRD Komisi D, Winarno juga menghimbau Pemerintah Daerah untuk melakukan perawatan rutin.
“Saya juga akan turun ke lapangan untuk memastikan hidran berfungsi secara optimal. Keselamatan semua pihak di pasar harus menjadi prioritas,” tambahnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa Damkar di lapangan kurang personil, dan menambah honorer sudah tidak bisa karena ada aturannya.
“Sebenarnya Damkar dilapangan kurang personel, tapi mau nambah juga sudah tidak bisa karena terhalang oleh aturan, dan itu sudah kita bahas sewaktu hearing dulu”, pungkasnya.
Dalam konteks keselamatan publik, temuan ini jelas menunjukkan perlunya tindakan segera dari pemerintah setempat untuk memastikan semua fasilitas pemadam kebakaran berfungsi dengan baik dan dapat diakses oleh petugas saat dibutuhkan.
Keamanan di pasar rakyat harus menjadi prioritas agar kejadian yang tidak diinginkan dapat dihindari. (DON-red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Jalan Rusak di Tulungagung, Warga “Sulap” Jalan Menjadi Kebun Pisang

TULUNGAGUNG — Kegeraman warga Desa Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung, terhadap kondisi jalan yang tak kunjung diperbaiki sejak dibangun pada 2002, akhirnya memuncak.
Dalam aksi protes yang berlangsung pagi ini, warga menanam pohon pisang di sepanjang jalan rusak yang menghubungkan Dusun Ngipik hingga Dusun Ngemplaksari, dengan panjang sekitar 1,3 kilometer.
Aksi simbolik ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan warga terhadap pemerintah yang dinilai abai.
Salah satu warga yang turut serta dalam aksi tersebut, berinisial SK, menyatakan bahwa selama bertahun-tahun, tidak ada tindakan nyata dari pemerintah.
“Setiap kali petugas datang hanya untuk survei, tapi tidak pernah ada tindak lanjut. Jalan ini makin parah, apalagi saat musim hujan,” ujarnya dengan nada kesal, Selasa(12/8).
Kondisi ini memicu mediasi antara warga dan pemerintah desa di balai desa Tanggunggunung.
Kepala Desa Asmiatin, yang didampingi Kapolsek dan jajaran Forkopimcam Tanggunggunung, mengakui bahwa pihak desa telah berulang kali mengajukan proposal perbaikan kepada Pemerintah Kabupaten Tulungagung, namun hingga kini belum ada realisasi.
“Proposal sudah beberapa kali diajukan, termasuk melalui anggota dewan, tapi tidak pernah ditindaklanjuti,” jelas Asmiatin.
Lebih lanjut, Asmiatin menjelaskan bahwa perbaikan jalan tersebut merupakan kewenangan penuh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung.
Oleh karena itu, dana desa tidak dapat digunakan untuk proyek tersebut.
“Kewenangan ada di Dinas PUPR, sehingga desa tidak bisa intervensi menggunakan dana desa,” tegasnya.
Titik terang akhirnya muncul saat Kasubag Keuangan dan Perencanaan Kecamatan Tanggunggunung, Tunjung Kristiantoro, berkoordinasi langsung melalui sambungan telepon dengan Camat Tanggunggunung.
Dalam percakapan itu disepakati bahwa proposal pengajuan perbaikan jalan akan segera dibawa langsung ke Dinas PUPR.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi, Kepala Desa Asmiatin mengajak perwakilan warga untuk ikut serta mengawal proses pengajuan tersebut.
Aksi penanaman pisang akhirnya dihentikan setelah warga mendapatkan komitmen tertulis dari pemerintah kecamatan dan desa untuk mengawal proses perbaikan ini hingga tuntas. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Skandal Pungli di Kawasan Pinka, Sedot Darah PKL, Diduga Libatkan Oknum Preman dan Pengurus Lama

TULUNGAGUNG,— Kawasan Wisata Kuliner Pinka yang seharusnya menjadi magnet pariwisata Tulungagung kini tercoreng oleh praktik mencurigakan. Para pedagang kaki lima (PKL) di sekitar area wisata ini dilaporkan resah akibat dugaan pungutan liar (pungli) yang membelit mereka setiap bulan.
Tanpa dasar hukum yang jelas, sejumlah PKL mengaku dipaksa membayar mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu per bulan.
Padahal, mereka hanya berjualan di area pinggir jalan umum dan lahan negara yang seharusnya bebas biaya sewa maupun retribusi ilegal.
Keluhan dan dugaan keterlibatan datang dari FB, salah satu koordinator PKL, mempertanyakan transparansi pungutan tersebut.
“Kalau dari info di pujasera selatan itu Rp 200 ribu per kios, katanya untuk listrik, keamanan, dan lainnya. Tapi kalau dihitung ada sekitar 15 kios, 200 ribu kali 15 sudah 3 juta. Masak listrik sampai segitu, Mas?” ujarnya kepada, 90detik.com, saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Ia pun menyuarakan kecurigaan kuat, bahwa hal tersebut dilakukan oleh para preman dan pengurus lama.
“Kayaknya orang-orang situ atau preman. Dan kayaknya dari pengurus yang lama juga ikut campur,“ imbuhnya.

Kawasan Wisata Kuliner Pinka Tulungagung. Foto;(dok/istimewa).
Sementara, peringatan juga datang dari grup pesan berjejaring, memenuhi grup para PKL Pinka. Pesan tegas beredar mengingatkan bahwa lahan negara tidak bisa disewakan sembarangan.
“Mohon yang merasa disuruh menyewa tempat pujasera dan dimintai uang bisa menghubungi saya atau koordinator masing-masing. Tanah negara tidak berhak disewakan atas seizin sendiri. Penyewaan BMN (Barang Milik Negara) memerlukan izin resmi,” tulis salah satu anggota grup pesan berjejaring.
Tanggapan Warga dan Pengunjung
Praktik ini memantik keprihatinan warga dan pengunjung, pengunjung rutin Pinka, yang tidak ingin disebutkan namanya menegaskan, untuk segera dilakukan penindakan kepada para oknum.
“Kalau betul ada pungli, ini harus segera ditindak. Jangan sampai masyarakat kecil yang cari nafkah malah diperas,“ ujarnya saat dihubungi terpisah, pada Minggu(10/8).
Pun juga dengan inisial NN, yang juga warga sekitar, mengaku sering mendengar keluhan serupa dari para pedagang.
“Iya, memang beberapa kali saya dengar ada pungutan. Katanya buat keamanan, tapi nggak jelas siapa yang narik dan buat apa uangnya,“ kata NN.
Pihaknya juga menyampaikan dugaan pungli di Pinka menuntut prioritas penanganan aparat penegak hukum dan Pemkab Tulungagung.
“Selain soal keadilan sosial bagi pedagang kecil, praktik ini berpotensi melanggar regulasi pengelolaan aset negara dan menggerus citra kawasan wisata Tulungagung yang sedang berbenah,“ tukasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pengelola Pinka maupun Pemerintah Kabupaten Tulungagung.
Praktik pungli terhadap pedagang kecil di atas lahan negara ini merupakan indikasi kuat pelanggaran hukum sekaligus bentuk tekanan ekonomi yang tidak seharusnya terjadi. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Kuasa Hukum Pokmas ‘Mergo Mulyo’ Desak DPRD Fasilitasi Hearing: Kantah Tulungagung Diduga Lindungi Mafia Tanah

TULUNGAGUNG — Langkah cepat dan tegas diambil Mohammad Ababililmujaddidyn, S.Sy., M.H., C.L.A, dari kantor advokat BILY NOBILE & ASSOCIATES, dengan melayangkan permohonan hearing kepada DPRD Kabupaten Tulungagung pada Selasa (29/7/2025).
Hearing ini diajukan sebagai bentuk protes atas sikap diam Kantor Pertanahan (Kantah) Tulungagung terkait somasi yang dilayangkan sebelumnya.
Ababil, yang bertindak sebagai Kuasa Hukum Kelompok Masyarakat (Pokmas) Mergo Mulyo Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung, mengungkapkan kekecewaannya karena somasi tertanggal 15 Juli 2025 yang ditujukan kepada Kantah Tulungagung hingga kini tidak digubris.
“Kami menyampaikan permohonan hearing ini agar DPRD Kabupaten Tulungagung dapat memfasilitasi pertemuan dengan Kepala Kantor Pertanahan untuk mendapatkan kejelasan status HGU seluas +/-264 hektare di Desa Ngepoh,” ujar Ababil kepada 90detik.com, Selasa(29/7).
Menurut Ababil, lahan tersebut semestinya telah diredistribusikan kepada masyarakat berdasarkan Surat Perintah BPN Kanwil Jawa Timur Nomor: 570.35-6291 tanggal 19 Mei 2008.
Namun hingga kini, Kantah Tulungagung belum menjalankan perintah tersebut.
“Sudah 17 tahun surat itu terbit. Tapi hingga hari ini, tak ada realisasi redistribusi tanah. Bahkan surat somasi kami pun diabaikan. Ini bukan kelalaian biasa—ini ada indikasi pembiaran yang sistematis,” tegasnya.
Tak hanya itu, Ababil juga menyebut indikasi kuat adanya penguasaan ilegal oleh pihak tertentu yang diduga melibatkan oknum pejabat di Kantah Tulungagung.
Dugaan ini diperkuat oleh tidak adanya keterbukaan terkait bukti kepemilikan HGU terbaru atas pemanfaatan lahan tersebut, yang disebut-sebut akan digunakan sebagai kawasan makam modern oleh pengembang swasta.
“Ada dugaan mafia tanah bermain di balik proyek pembangunan makam modern untuk kelompok etnis Tionghoa. Ini harus dibongkar. Masyarakat Desa Ngepoh berhak atas kejelasan dan keadilan,” lanjut Ababil.
Permohonan hearing ini menandai babak baru dalam sengketa lahan yang telah berlangsung bertahun-tahun di Desa Ngepoh.
Masyarakat kini menaruh harapan besar kepada DPRD Kabupaten Tulungagung untuk bersikap transparan, tegas, dan memihak kepada kepentingan rakyat. (Abd/DON)
- Budaya6 hari ago
Marching Band Mustika Nada SDN 2 Karangrejo Kampak Trenggalek Bikin Heboh, Lantunkan Lagu “Cinderella”
- Investigasi5 hari ago
Skandal Pungli di Kawasan Pinka, Sedot Darah PKL, Diduga Libatkan Oknum Preman dan Pengurus Lama
- Nasional2 minggu ago
Harumkan Nama Tulungagung dan Jatim, SMKN 1 Rejotangan berhasil Sabet Medali Emas di LKS Nasional 2025
- Investigasi3 hari ago
Jalan Rusak di Tulungagung, Warga “Sulap” Jalan Menjadi Kebun Pisang
- Nasional3 minggu ago
Kampak Trenggalek Menyala, Aroma Agustusan Mulai Terasa
- Jawa Timur2 minggu ago
Mewakili Jawa Timur, SMKN 1 Rejotangan Berpartisipasi di LKS Nasional 2025 Bidang Elektronika
- Jawa Timur1 minggu ago
Rapat Paripurna DPRD Blitar Gagal Gara-Gara Tak Kuorum, LSM LASKAR: Memalukan dan Rakyat Jadi Korban
- Investigasi2 minggu ago
Kuasa Hukum Pokmas ‘Mergo Mulyo’ Desak DPRD Fasilitasi Hearing: Kantah Tulungagung Diduga Lindungi Mafia Tanah