Connect with us

Jawa Timur

Stempel ‘Tidak Loyal’ di Birokrasi Tulungagung: Loyalitas Vs Meritokrasi dalam Pengangkatan Kepala Dinas

Published

on

TULUNGAGUNG– Pengangkatan pejabat kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tulungagung kembali menuai sorotan.

Kebijakan yang dinilai lebih mengutamakan loyalitas ketimbang kompetensi ini dikritik sebagai langkah kontraproduktif yang berpotensi melanggengkan perpecahan di tubuh birokrasi setempat.

Menurut Sujanarko, Eks Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerhati kebijakan publik, praktik pengangkatan pejabat berdasarkan loyalitas justru bertolak belakang dengan prinsip meritokrasi yang semestinya menjadi acuan.

“Merit sistem seharusnya mengedepankan penilaian objektif seperti kompetensi, pengalaman, kinerja, prestasi, dan kemampuan. Ini bisa diukur melalui portofolio masing-masing individu, bukan melalui kedekatan politik atau kesetiaan buta,” tegasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi 90detik.com, pada Minggu (25/05).

Sujanarko memperingatkan, kebijakan ini berisiko menciptakan stigma negatif di lingkungan birokrasi.

“Dengan terang-terangan mengangkat pejabat berdasarkan loyalitas, Bupati seolah mendeklarasikan bahwa di Tulungagung ada ‘kubu loyalis bupati’ dan ‘kubu loyalis wakil bupati’. Ini berbahaya karena malah membangun sekat baru, bukan merangkul,” ujarnya.

Ia juga menyoroti dampak psikologis bagi aparatur sipil negara (ASN) yang tersingkirkan.

“Stempel ‘tidak loyal’ bagi mereka yang telah bertahun-tahun mengabdi jelas menyakitkan dan tidak bijak. Ini bisa mematikan motivasi kerja dan merusak semangat kolaborasi,” tambahnya.

Persoalan ini dinilai semakin ironis mengingat Tulungagung tengah menghadapi sejumlah tantangan, seperti penanganan bencana alam dan realisasi janji kampanye yang dinanti masyarakat.

“Alih-alih menggunakan kekuatan empati untuk menyatukan potensi daerah, yang terjadi justru penggunaan kekuasaan untuk memukul dan memecah belah,” tukasnya.

Ia menekankan pentingnya ethical leadership (kepemimpinan etis) dalam mengonsolidasi birokrasi.

“Pemimpin sukses adalah yang mampu menyatukan semua elemen, bukan hanya menggerakkan kelompok yang disukai dan menyingkirkan yang tidak disenangi. Birokrasi harus menjadi alat pemersatu, bukan medan perang politik,” jelasnya.

Sujanarko mengingatkan, momentum kepemimpinan saat ini seharusnya diarahkan untuk membangun kepercayaan publik.

“Masyarakat menunggu bukti konkret, bukan janji yang dikhianati oleh kebijakan sektarian. Jika Bupati konsisten dengan meritokrasi, ini akan menjadi fondasi kuat untuk percepatan pembangunan,” pungkasnya. (DON/red)

Oleh: Sujanarko, pengamat kebijakan publik dan juga Mantan Direktur KPK.

Editor: Joko Prasetyo

Jawa Timur

Ketua PWI Trenggalek: Halangi Wartawan Bisa Dijerat 2 Tahun Penjara

Published

on

TRENGGALEK, – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Trenggalek, Hardi Rangga, mengecam keras ancaman oknum pengacara terhadap wartawan media online lokal.

Pelaporan pidana mengintai jika aksi intimidasi melalui voice note WhatsApp yang memaksa take down berita dalam 24 jam, terus berulang.

“Beritamu tarik, en… Saya kasih waktu 1×24 jam karena tidak sesuai fakta di lapangan,” ujar Hardi, menirukan ancaman yang diterima wartawan pada Sabtu (12/7) kemarin.

Suara itu diduga berasal dari kuasa hukum oknum perangkat Desa Nglebeng, Kecamatan Panggul, menanggapi pemberitaan tertentu.

Bagi Hardi, tindakan ini bukan sekadar intimidasi, melainkan pelanggaran kriminal. Pasal 18 Ayat (1) UU No. 40/1999 tentang Pers mengancam pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda Rp500 juta bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalis.

“Ini upaya membredel dan mengkerdilkan kewajiban pers, padahal mekanisme klarifikasi sudah diatur hukum, Hak Jawab,“ tegasnya.

Hardi menjelaskan, Hak Jawab adalah jalan hukum yang sah jika pemberitaan dianggap keliru. Individu/lembaga terdampak berhak meminta media menerbitkan tanggapan resmi bukan mengancam jurnalis.

“Mengancam wartawan itu tindakan primitif dan inkonstitusional. Sebagai pengacara, mestinya paham aturan main,” sindirnya.

Peringatan keras ini sekaligus alarm bagi publik, intervensi terhadap kemerdekaan pers bukan hanya melukai demokrasi, tapi juga berisiko kurungan penjara. (DON/red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Jawa Timur

Orang Tua Pasien Keluhkan RS Trisna Medika Tulungagung: Layanan Buruk, Biaya Fantastis

Published

on

TULUNGAGUNG, – Kekecewaan mendalam diungkapkan oleh salah satu orang tua pasien bayi terhadap pelayanan di Rumah Sakit Trisna Medika Tulungagung.

Selama dua hari menjalani perawatan, sejak tanggal 12 hingga 13 Juli 2025, sang bayi dikabarkan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Hal ini bermula dari kondisi bayi mengalami bengkak pada tali pusar dan sering muntah. Sementara biaya pengobatan yang ditagihkan mencapai angka mencengangkan, yakni Rp 2.100.000.

Orang tua pasien menilai pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit tidak maksimal dan terkesan asal-asalan.

Mereka juga mempertanyakan transparansi rincian pembiayaan, yang diduga mengandung data fiktif atau tidak sesuai dengan layanan yang diberikan selama masa perawatan.

“Kami merasa sangat kecewa. Dua hari dirawat, kondisi anak kami tidak ada perubahan. Tapi kami malah dibebani biaya yang tidak masuk akal,” ungkap orang tua pasien, yang meminta identitasnya dirahasiakan, pada Minggu (14/07).

Kondisi ini membuat keluarga pasien akhirnya meminta agar sang bayi dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Iskak Tulungagung, dengan harapan mendapatkan penanganan yang lebih baik dan transparan.

Namun, kasus ini memantik sorotan publik mengenai pentingnya pengawasan terhadap standar pelayanan dan akuntabilitas biaya rumah sakit, khususnya yang melayani pasien anak dan bayi.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Rumah Sakit Trisna Medika belum memberikan klarifikasi resmi terkait keluhan tersebut. (DON/red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Jawa Timur

BLT Tertunda, 1.040 Warga Miskin Tulungagung Menanti Rp1,8 Miliar

Published

on

TULUNGAGUNG,- Sudah memasuki pertengahan Juli 2025, namun Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 1.040 warga miskin di Kabupaten Tulungagung belum juga cair. Padahal, dana sebesar Rp. 1.872.000.000 telah disiapkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) tahun 2025.

BLT yang dijanjikan sebesar Rp 200.000 per bulan selama sembilan bulan, menjadi harapan penting bagi ribuan warga kurang mampu. Sayangnya, hingga kini bantuan itu masih mandek di meja birokrasi.

Kepala Dinas Sosial Tulungagung, Wahid Masrur, mengakui bahwa proses penyaluran belum terlaksana karena masih menunggu harmonisasi aturan dengan Biro Hukum Provinsi Jawa Timur.

“Ada penyesuaian aturan yang harus diharmonisasi pasca pergantian kepemimpinan daerah,” ujarnya saat dikonfirmasi 90detik.com, pada Sabtu (12/7) melalui saluran WA.

Dana BLT ini direncanakan akan dicairkan satu kali dalam tahun anggaran 2025. Namun, Wahid tak menyebut kapan waktu pasti pencairan itu akan dilakukan.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar. Sebab sebelumnya, Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial, Teguh Abianto, pernah menyebut bahwa penyaluran diperkirakan dapat dimulai sejak Mei 2025, dengan catatan SK penetapan penerima dari Bupati sudah terbit.

Fakta bahwa hingga Juli bantuan belum juga diterima membuat warga mulai kehilangan kepercayaan.

“Kalau sudah jelas penerimanya, dan anggarannya ada, kenapa tidak dicairkan? Jangan-jangan ada yang ditutupi,” ujar salah satu calon penerima yang enggan disebutkan namanya.

BLT yang semestinya diberikan setiap tiga bulan sekali kini justru belum tersentuh sama sekali. Situasi ini menambah tekanan bagi warga miskin yang sedang bergulat dengan kebutuhan pokok harian.

Pengawasan masyarakat terhadap pelaksanaan program bantuan ini sangat penting.

Publik pun mendesak agar Pemkab Tulungagung segera membuka transparansi dan mempercepat pencairan, agar dana yang seharusnya menolong rakyat kecil tidak terhenti hanya karena urusan administratif.(Abd/Don)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending