Connect with us

Investigasi

Dugaan Manipulasi Tarif di Pelabuhan Laiwui: Benarkah Ada Kebocoran Pendapatan Negara?

Published

on

Halmahera Selatan, Pulau Obi – Pelabuhan Laiwui kembali menjadi sorotan setelah dugaan pungutan liar (pungli) dan manipulasi tarif mencuat ke publik.

Sebagai pelabuhan dengan pendapatan terbesar kedua di Maluku Utara setelah Pelabuhan Semut Mangga Dua Ternate, Laiwui seharusnya dikelola secara transparan dan profesional.

Namun, hasil investigasi menunjukkan adanya ketidaksesuaian tarif serta dugaan penyimpangan yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat.

Tarif Tidak Sesuai Aturan, Masyarakat Resah

Berdasarkan pantauan di lapangan, tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa pelabuhan tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Misalnya, tarif resmi yang ditetapkan untuk penumpang adalah Rp 2.000, tetapi kendaraan bermotor dikenakan biaya yang lebih tinggi:

Motor dikenakan Rp 3.000

Mobil dikenakan Rp 5.000

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah banyaknya pengendara yang menerima karcis bertuliskan “penumpang” alih-alih “kendaraan roda dua” atau “kendaraan roda empat.”

Bahkan, beberapa pengguna jasa pelabuhan mengaku tidak menerima karcis sama sekali, kecuali jika mereka meminta atau ada wartawan yang sedang meliput.

“Kalau tidak ada wartawan, kami sering tidak dikasih karcis. Kalau ada yang tanya, petugas bilang habis,” ujar salah satu pengguna pelabuhan yang enggan disebutkan namanya.

Petugas Mengaku Karcis Habis, Tapi Pungutan Jalan Terus

Seorang petugas pelabuhan yang masih berstatus honorer mengaku bahwa stok karcis kendaraan telah habis dalam beberapa hari terakhir.

“Kami hanya diberikan karcis penumpang karena stok karcis kendaraan memang habis,” ujarnya.

Pernyataan ini memunculkan tanda tanya besar:

Pegawai pelabuhan laiwui, Halmahera, Maluku.
Foto ; (dok/istimewa)

Jika semua pemasukan disetor ke pusat, mengapa distribusi karcis tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan?

Jika karcis kendaraan habis, mengapa pungutan tetap dilakukan tanpa tanda bukti resmi?

Kemana perginya uang dari pungutan kendaraan yang tidak tercatat dalam laporan resmi?

Regulasi yang Berpotensi Dilanggar

Ketidaksesuaian tarif dan ketidaktransparanan pencatatan ini berpotensi melanggar PP No. 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Lingkungan Kementerian Perhubungan.

Regulasi ini mewajibkan setiap pungutan di pelabuhan memiliki dasar hukum yang jelas serta bukti pembayaran resmi.

Selain itu, jika terbukti adanya pungutan liar dan penggelapan dana, pihak terkait bisa dijerat dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Aktivis anti-korupsi pun mulai angkat suara dan mendesak Kementerian Perhubungan segera melakukan audit internal.

Pihak Pelabuhan Bungkam, Masyarakat Menunggu Jawaban

Saat dikonfirmasi kepada Kepala Kantor Pelabuhan Laiwui, Sulaeman, untuk meminta klarifikasi terkait dugaan penyimpangan ini.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan resmi.

Sementara itu, masyarakat dan pengguna jasa pelabuhan berharap ada kejelasan mengenai pengelolaan pendapatan Pelabuhan Laiwui.

Mereka meminta transparansi serta perbaikan sistem agar tidak ada lagi pungutan yang membebani tanpa kejelasan hukum.

Apakah kasus ini hanya puncak gunung es dari praktik yang lebih besar di balik pengelolaan pelabuhan? Masyarakat menunggu jawaban dari pihak berwenang.

(Tim/Red)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Investigasi

264 Hektar Tanah Warga “Dikhianati” Buat Makam Mewah

Published

on

TULUNGAGUNG — Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Tulungagung digempur somasi mematikan. Mohammad Ababililmujaddidyn, pengacara muda dari Bily Nobile & Associates, memberi tenggat 7×24 jam untuk eksekusi redistribusi tanah warga seluas 264 hektar yang “dikhianati” selama 17 tahun.

Dalam konferensi pers di Liur Cafe (15/7), Billy sapaan akrabnya membeberkan pengabaian sistematis Kantah Tulungagung atas instruksi Kanwil Jatim sejak Maret 2008.

Tanah TORA (Tanah Objek Reformasi Agraria) bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT. Margasari Jaya di Dusun Tumpak Mergo itu seharusnya menjadi hak masyarakat Desa Ngepoh.

Tanah yang diperjuangkan warga itu kini berubah wujud menjadi “Shangrila Memorial Park”, kompleks pemakaman mewah eksklusif etnis Tionghoa, PT. Sang Lestari Bersama dituding dan diduga menguasai tanah secara ilegal tanpa bukti kepemilikan sah.

Mohammad Ababililmujaddidyn, Kuasa Hukum Pokmas “Mergo Mulyo” saat meninjau langsung lokasi. Foto ; (istimewa/red)

“Kantor PT ini seperti hantu, tim kami bahkan dibantu staf kepresidenan menelusuri, tapi nihil alamat,” ujar Agus Rianto, Ketua Pokmas Mergo Mulyo, yang mengaku kerap diintimidasi orang tak dikenal.

Billy menuding Kantah Tulungagung pura-pura buta saat tanah beralih ke PT sangsi.

“Ada dugaan permainan oknum kepala desa, jika dalam 7 hari tak ada tindakan, kami akan melakukan Upaya Hukum” tegasnya.

Dua Skandal Tambahan yang Dibongkar:
1. KORUPSI TANAH KAS DESA BATANGSAREN

Temuan novum (fakta baru) dalam kasus alih fungsi tanah desa ke pribadi dilaporkan ke Polda Jatim.
2. BLACKOUT ANGGARAN DESA BABADAN

Kepala Desa Babadan dituding tutup akses informasi APBDes 2020-2024. Warga laporkan ke Komisi Informasi Jatim diduga kuat selubungi korupsi.

“Tulungagung darurat mafia tanah, kalau negara diam, rakyat yang berteriak,” protes Choirul Munifah, perwakilan warga Babadan, menyempurnakan kisah pilu ini.
(Abd/DON)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Investigasi

Keracunan Makanan di Posyandu Desa Wonorejo, Dinkes Tulungagung Umumkan Hasil Uji Laboratorium

Published

on

TULUNGAGUNG — Setelah melakukan uji laboratorium terhadap sampel makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan warga Desa Wonorejo, Kecamatan Sumbergempol saat pelaksanaan posyandu pada 16 Juni 2025, Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung akhirnya mengumumkan hasil uji lab tersebut.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Desi Lusiana Wardhani, menyampaikan bahwa makanan yang diberikan saat posyandu terkontaminasi oleh bahan, zat, atau kuman yang menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan.

Desi menjelaskan bahwa hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kandungan bakteri Salmonella sp. dan Enterobacter pada sampel makanan yang diperiksa.

Kontaminasi bakteri tersebut diduga disebabkan oleh faktor lingkungan.

“Dari sisa makanan yang kita lakukan uji laboratorium, makanan yang diberikan saat pelaksanaan posyandu terpapar bakteri Salmonella sp. dan Enterobacter, yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan,” jelas Desi, Rabu (2/7/2025).

Sebagaimana diketahui, pada Senin, 16 Juni 2025, pukul 07.30 WIB, Pemerintah Desa Wonorejo melaksanakan kegiatan posyandu dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang dimasak oleh salah satu warga.

Menu yang disajikan adalah nasi soto ayam, yang terdiri dari nasi, ayam iris, telur rebus, kuah soto, bihun, wortel, dan kubis.

Namun, setelah mengonsumsi makanan tersebut, seluruh peserta posyandu mengalami keluhan gejala keracunan seperti diare, dan beberapa di antaranya harus dirawat inap.

Sementara itu, Polres Tulungagung melalui Kasi Humas, Ipda Nanang, ketika dikonfirmasi mengenai penetapan tersangka dari kejadian tersebut, menjelaskan bahwa saat ini masih dalam proses pemeriksaan dan akan ditindaklanjuti setelah peringatan Hari Bhayangkara.

“Untuk tersangka, nanti setelah kegiatan Hari Bhayangkara, baru kita mulai periksa,” jawabnya singkat.

Atas kejadian ini, masyarakat Tulungagung dihimbau untuk tidak terpengaruh dan tetap melaksanakan posyandu.

Dinas Kesehatan Tulungagung menegaskan bahwa kasus yang menimpa Desa Wonorejo telah selesai, dan tidak ditemukan lagi kasus baru setelah insiden tersebut. (Abd/Red)

Continue Reading

Hukum Kriminal

Kajati Papua Barat Percepat Kasus Korupsi ATK Pemkot Sorong, Libatkan Ahli Universitas

Published

on

Kota Sorong PBD – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat akhirnya memberikan sinyal kuat akan percepatan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) di lingkungan Pemerintah Kota Sorong. Langkah ini menandai babak baru dalam penegakan hukum di Papua Barat Daya yang selama ini dinilai lamban dan penuh tarik ulur.

Kepala Kejati Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, menyampaikan komitmennya kepada awak media saat ditemui di salah satu hotel di Kota Sorong, Senin (16/6). Ia mengungkapkan bahwa proses penyelidikan kini sedang diperkuat dengan menggandeng tim ahli dari Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, untuk melakukan audit dan perhitungan kerugian keuangan negara.

“Saya sudah menerima konsep Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak Universitas Tadulako. Tinggal saya tandatangani. Setelah MoU disahkan, tim ahli segera turun menghitung kerugian negara. Begitu hasilnya keluar, penyidik langsung bergerak untuk mempercepat tindak lanjutnya,” tegas Syarifuddin.

Langkah ini dinilai sebagai upaya serius Kejati Papua Barat dalam menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang sempat terkesan jalan di tempat. Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa kasus, termasuk dugaan korupsi ATK ini, sebelumnya sempat dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong. Namun, karena dianggap lamban, penanganannya kini diambil alih kembali oleh Kejati.

“Kasus ini kan sebelumnya kita serahkan ke Kejari. Tapi karena penanganannya terlalu lama dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan, akhirnya kita tarik kembali ke Kejati untuk segera diselesaikan,” tambahnya.

Dugaan korupsi pengadaan ATK di Pemkot Sorong sendiri mencuat sejak beberapa waktu lalu, diduga melibatkan anggaran miliaran rupiah yang tidak sesuai peruntukannya. Meski belum ada pihak yang secara resmi ditetapkan sebagai tersangka, publik telah lama menanti kepastian hukum dari kasus ini yang dianggap sebagai salah satu bentuk pemborosan dan penyelewengan anggaran yang terjadi secara sistematis.

Pakar hukum menilai keterlibatan pihak akademik dalam proses audit ini bisa menjadi langkah positif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penanganan kasus. Selain itu, sinyal kuat dari Kepala Kejati Papua Barat dianggap sebagai bentuk keberanian institusi hukum dalam menegakkan supremasi hukum di daerah yang selama ini masih bergulat dengan isu korupsi struktural.

Masyarakat Papua Barat Daya pun berharap, upaya percepatan ini tidak hanya menjadi slogan semata, tetapi benar-benar diwujudkan dalam bentuk tindakan hukum tegas tanpa pandang bulu.

Dengan bergulirnya percepatan penyidikan ini, publik menanti hasil konkret dari penegakan hukum terhadap dugaan korupsi yang telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Kejati Papua Barat kini berada di bawah sorotan: akankah ini menjadi titik balik penegakan hukum yang bersih dan berani di wilayah timur Indonesia?

(TL)

Continue Reading

Trending